Purwakarta – Kita sering bangga saat bisa ngasih pendapat atau saran berdasarkan logika. Tapi, tahukah kamu? Logika juga punya sisi gelap yang bikin kita terjebak dalam pola pikir sempit. Ini yang kita sebut Jebakan Logika.
Nah, biar nggak terjebak, kita perlu belajar whole-brain thinking, alias berpikir secara seimbang dan menyeluruh. Apa aja sih jebakan logika yang sering bikin kita salah ambil keputusan? Yuk, simak!
1. Berpikir Sempit (Partialism)
Contohnya, orang tua yang merasa paling tahu segalanya karena punya pengalaman hidup lebih banyak. Mereka mungkin bilang, "Kamu harus rajin baca buku, semua ilmu ada di buku. Pergi ke perpustakaan 3 kali seminggu!"
Tapi, di era digital kayak sekarang, ilmu bisa diakses lewat internet kapan aja. Malah, kalau dipaksa ke perpustakaan, anak bisa jadi malas baca buku atau malah kabur main sama temen. Jadi, nggak semua saran logis itu cocok diterapkan di zaman sekarang.
2. Arogansi dan Kesombongan (Arrogance and Conceit)
Ada guru yang bilang, "Saya udah ngajar matematika 20 tahun, pasti lebih pinter dari murid-murid saya!" Padahal, ilmu terus berkembang. Cara menyelesaikan persamaan matematika yang dulu butuh 2 menit, sekarang mungkin cuma perlu 30 detik.
Initinya, jangan terlalu sombong dengan kemampuan sendiri. Dunia terus berubah, dan kita harus tetap terbuka sama hal-hal baru.
3. Ego yang Terlalu Besar (Ego Involvement)
Misalnya, ada orang yang bilang, "Saya satu-satunya saksi di tempat kejadian, jadi keterangan sayalah yang harus dipercaya!" Padahal, mungkin ada CCTV yang merekam semuanya, atau ada bukti lain kayak sidik jari.
Ego bikin kita nggak mau ngeliat fakta lain. Padahal, kebenaran nggak selalu datang dari satu sumber.
4. Terjebak dalam Dimensi Waktu (Time Scale)
Zaman terus berubah, dan setiap zaman punya plus-minusnya sendiri. Misalnya, ada yang bilang, "Ah, itu mah ketinggalan zaman! Sekarang semuanya pake robot, semua penyakit bisa dideteksi dengan mudah."
Tapi, nggak semua penyakit bisa diatasi dengan teknologi. Kadang, pengobatan tradisional, Mesmerism ataupun Meditasi justru lebih efektif. Jadi, jangan terjebak sama pemikiran bahwa "yang baru selalu lebih baik."
5. Berpikir Hitam-Putih (Adversary Thinking)
Kita sering banget berpikir dalam kotak "benar" atau "salah." Misalnya, "Ah, mana mungkin orang miskin bisa naik haji? Pasti kamu salah dengar!"
Padahal, bisa aja orang miskin itu dapat bantuan dari pemerintah atau orang kaya yang mau berbagi. Logika sering bikin kita terjebak dalam generalisasi, padahal realita nggak selalu hitam-putih.
6. Terlalu Mengandalkan Referensi (Initial/Referential Judgment)
Kita sering ngambil referensi dari satu sumber dan menganggapnya 100% benar. Misalnya, lirik lagu "Tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman."
Tapi, nggak semua daerah di Indonesia subur. Ada juga yang tandus. Jadi, jangan terjebak sama satu referensi aja.
Gimana Cara Keluar dari Jebakan Logika?
Nah, buat ngatasin jebakan logika, kita bisa pake teknik Reframing, atau dengan singkat kata memaknai ulang suatu masalah. Dengan reframing, kita bisa memisahkan antara persepsi dan fakta.
Contohnya, saat ngobrol sama orang yang terjebak logika, kita bisa bantu mereka ngeliat masalah dari sudut pandang yang lebih luas. Ini nggak cuma berguna saat terapi, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, jika suatu saat kamu merasa terjebak dalam pola pikir sempit, coba ingat: logika itu penting, tapi nggak selalu benar. Yuk, belajar berpikir lebih luas dan terbuka! 💡✨
Bagikan pengalaman berhargamu bersama hypnotherapist yang berpengalaman dan profesional.
Narahubung: Yodi Supriyadi
Referensi:
De Bono, E. (1999). Six Thinking Hats.