Beberapa kali dihubungi seseorang yg ingin dibantu dg hipnoterapi. Ketika saya tanya, apa yang diinginkan dari hipnoterapi? jawabnya, saya ingin saudara saya sembuh dari penyakit gilanya. Mungkin dia berpikir bahwa sugesti melalui hipnoterapi akan bisa menyembuhkan saudaranya yg sakit jiwa. Logikanya, jika sugesti bisa membuat seseorang berperilaku seperti orang “gila” dalam pertunjukan hipnosis di TV, maka sugesti pun bisa menyembuhkan orang yang sakit jiwa. Harus saya akui bahwa pertunjukan hipnosis di TV, selain sukses melambungkan nama hipnosis di Indonesia, ia juga sukses “menipu” orang-orang yang awam dengan hipnosis. Mereka berpikir bahwa sugesti bisa menyembuhkan dan menjadikan apa saja sesuai keinginannya. Dan penghipnotis, acap kali dianggap sebagai “orang sakti” yang punya daya linuwih. Adapula suami yang meminta dibantu menghipnotis istrinya agar mau jujur mengakui perselingkuhannya. Pernah pula dimintai tolong salah satu organisasi profesi untuk menghipnotis seseorang agar mengakui semua perbuatan kong kalikong yg dilakukannya. Bahkan diminta menghipnotis terduga pencuri pun pernah. Hal tersebut membuktikan bahwa selama ini masyarakat telah salah paham dengan hipnosis. Apakah benar hipnoterapi mampu melakukan hal-hal tersebut? jawabnya adalah tidak. Hipnoterapi hanya bisa membantu klien normal yang masih bisa diajak komunikasi dua arah. Hipnoterapi bukan untuk pasien sakit jiwa, tetapi untuk orang normal yang mengalami masalah phobia, trauma, kecemasan, minder, kecanduan merokok, sulit tidur, rendah motivasi, dan berbagai persoalan yang mengganggu aktivitas keseharian. Hipnoterapi juga bukan sebagai pengganti obat, melainkan sebagai terapi pelengkap bagi orang-orang yang memang karena kasus yg spesifik diharuskan mengkonsumsi obat. Hipnoterapi tidak bisa membantu orang yang tidak atau belum ingin sembuh dari kecanduan. Hipnoterapi hanya bisa membantu orang-orang yang dengan penuh “kesadaran” ingin terentaskan masalah yg mengganggu kehidupannya. Selain itu, banyak orang mengira bahwa klien hipnoterapi dibuat tidak sadar. Ini hal yang keliru, karena sebetulnya para klien hipnoterapi sangat sadar dengan proses yang terjadi. Bahkan mereka masih mampu menolak sugesti dari hipnoterapis ketika itu tidak sesuai dengan nilai dan keyakinan yang dimilikinya. Klien hipnoterapi memiliki kebebasan penuh untuk menolak atau menerima sugesti. Jadi tidak ada manipulasi kesadaran seperti dugaan sebagian orang, yang dilakukan sepenuhnya adalah eksplorasi potensi diri klien yang terdapat dalam pikiran bawah sadarnya. Hipnoterapi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hipnoterapi tetaplah sebuah proses terapi yang membutuhkan waktu dan upaya semaksimal mungkin. Hipnoterapi juga tidak hanya mengandalkan sugesti. Hipnoterapi memiliki beragam teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah klien. Bahkan hipnoterapi pun “mengadopsi” berbagai teknik dariĀ pendekatan gestalt, behavior, ego sate therapy, serta berbagai pendekatan konseling dan psikoterapi lainnya. Proses yang dibutuhkan dalam hipnoterapi pun, bisa memakan waktu yang berbeda-beda. Bisa dalam hitungan menit, tapi tak jarang pula hingga 2-3 jam dalam satu sesi terapi. Tergantung pada berat ringannya masalah klien dan kecakapan hipnoterapis. Sama persis dengan proses konseling yang biasa dilakukan konselor, hipnoterapi juga mengenal rapport, identifikasi masalah klien, kontrak waktu dan tujuan, eksplorasi potensi diri klien, hingga penugasan klien di luar sesi konseling. Kesamaan itulah yang mendorong saya untuk berani mempraktekkan konseling dengan memanfaatkan hipnosis sebagai “alat pelengkap” sehingga mampu mencapai tujuan lebih efektif dan efisien.Salam Hormat,Mas Bagus Octa