Secara umum, fobia diartikan sebagai rasa takut terhadap suatu fenomena yang seringkali tidak beralasan. Berdasarkan pengalaman, istilah fobia diartikan oleh para terapis dengan makna yang berbeda-beda; makna denotasi fobia mungkin ditentukan oleh KBBI, Buku Besar Kedokteran, dan lain-lain; tetapi makna konotasi fobia ditentukan dari pengalaman terapis. Fobia, secara konotatif bagi saya, adalah perasaan tidak nyaman dalam bentuk apapun yang pengaruhnya sampai pada gejala fisik (gemetaran, pusing, mual, muntah, sakit kepala, dan sebagainya) namun berasal dari rasa takut. Gejala fisik ini memperkuat rasa takut terhadap sesuatu tersebut. Ini adalah salah satu contoh kasus yang pernah saya temui.
Karen (nama samaran), berusia 52 tahun, dan mengaku tidak lagi naik mobil sudah lebih dari 20 tahun. Dalam wawancara pra-induksi, saya menemukan informasi bahwa setiap kali beliau naik mobil, beliau muntah (mabuk kendaraan) dan lemas. Hal ini terus terjadi hingga memunculkan rasa untuk menghindari naik mobil (mabuk kendaraan berkembang jadi fobia). Ketika saya menanyakan kapan pertama kali hal ini terjadi, beliau menjawab "tidak ingat lagi". Ini mungkin kejadian yang sudah sangat lama hingga ingatan tersebut tersimpan di primitive area. Akhirnya, saya menggunakan visualisasi terpandu untuk mengatasi hal tersebut; visualisasi terpandu saya lakukan untuk mengurangi sensitifitasnya terhadap fenomena tersebut. Ini adalah rentetan prosedur yang saya lakukan selama terapi:
Tahap Induksi: Saat uji sugesitibilitas, beliau termasuk klien analitik. Saya mencoba teknik induksi Elman (progressive relaxation) dengan pendekatan spiritual karena beliau adalah salah seorang praktisi spiritual (informasi dari pra-induksi). Saya meminta beliau untuk merapal doa tertentu yang beliau yakini bisa membuat beliau tenang. Kemudian, saya menggunakan mental misdirection untuk membawa beliau ke light trance state.
Tahap Pendalaman: Saya melakukan pendalaman dengan teknik visualisasi perjalanan spiritual. Saya memandu beliau untuk memvisualisasikan sebuah perjalanan menurun ke lapisan-lapisan bumi. Melalui uji respon ideomotorik, saya berkesimpulan bahwa yang bersangkutan sudah berada pada medium light trance, dan saya memulai proses terapi dari sini.
Tahap Sugesti: Saya meminta beliau untuk menetapkan tempat kedamaian dan secara tak terduga terjadi regresi spontan. Beliau berada pada suatu masa lalu dimana beliau merasa tenang dan bahagia. Saya kemudian menambat anchor disini. Ketika saya meminta beliau untuk memvisualisasikan berada di sebuah mobil, bawah sadar beliau senantiasa menarik beliau ke tempat aman ini. Saya kemudian menetapkan posisi tempat kedamaian di sisi kanan dan mobil di sisi kiri beliau. Terjadi abreaksi setiap kali saya meminta beliau beralih dari kanan ke kiri. Saya kemudian menggunakan teknik visualisasi terpandu untuk melakukan desensitization. Visualisasi terpandu yang saya lakukan adalah:
- Meningkatkan skala rasa di sisi kanan dan menurunkan skala rasa di sisi kiri. Hal ini dilakukan berulangkali secara gradual (kanan: dari 1 sampa 9, kiri dari 9 sampai 0).
- Menyatukan tempat damai dan visualisasi mobil (kanan dan kiri) dengan cara mempertemukannya di bagian tengahnya.
- Melakukan pembelajaran bawah sadar bahwa hal tersebut tidak seharusnya terjadi. Pembelajaran dilakukan dengan metode paternal.
Tahapan-tahapan di atas berjalan dengan baik. Saya kemudian mengkonfirmasi bagian bawah sadar dengan cara mendeteksi adanya abreaksi ketika memandu visualisasi berkendaraan dengan mobil. Hasilnya, yang bersangkutan tidak lagi merasakan apa yang biasanya dia rasakan ketika naik mobil.
Tahap Terminasi: Sebelum membangunkan klien dari trance, saya memberikan sugesti pasca hipnosis bahwa setiap kali beliau berkendaraan dengan mobil, beliau merasakan ketenangan, kedamaian, sebagaimana beliau rasakan di tempat kedamaiannya. Setelah itu, saya bangunkan secara perlahan karena klien berada di medium trance.
Hasil: Kurang dari seminggu, saya bertemu beliau berkendaraan dengan mobil. Ketika saya menanyakan keadaan beliau, beliau mengatakan bahwa beliau tidak lagi merasa pusing atau mual. Akan tetapi beliau merasa takut. Tetapi, ini bukan karena fobianya masih ada, tetapi karena efek lebih dari 20 tahun tidak berkendaraan dengan mobil. Hal ini sama dengan keadaan saat kita baru belajar berkendaraan dengan mobil.