Kasus kopi bersianida menjadi perhatian publik beberapa waktu belakangan ini. Sebenarnya kasus ini tidak menarik perhatian kami sebagai Praktisi Hipnoterapi Klinis. Mengapa? Pertama, karena kami tidak memiliki kompetensi di dalam bidang hukum. Dan kasus ini tidak ada hubungannya dengan kompetensi yang kami miliki sebagai Praktisi Hipnoterapi Klinis.
Namun, pada persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, ada hal yang menarik perhatian kami. Yaitu pengakuan terdakwa bahwa ia mendapatkan Hipnoterapi sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Sebelum membahas yang terkait dengan kasus tersebut, ada baiknya bila masyarakat mengetahui tentang percabangan ilmu di dalam keilmuan Hipnosis, agar masyarakat tidak dibingungkan dengan berbagai pemberitaan yang ada.
Hipnosis terbagi menjadi empat cabang ilmu, yaitu Hipnosis Panggung, Hipnoterapi, Hipnosis Forensik, dan Hipnosis Eksperimental. Setiap cabang tersebut membutuhkan pelatihan dan kompetensi yang berbeda-beda. Seorang yang menguasai Hipnosis Panggung tidak serta merta membuat ia dapat melakukan proses Hipnoterapi. Demikian juga seorang ahli Hipnoterapi tidak secara otomatis membuat ia dapat melakukan Hipnosis Forensik tanpa adanya pelatihan yang memadai. Dari pembagian cabang keilmuan Hipnosis tersebut, kita bisa mengetahui bahwa bila benar penyidik menggunakan Hipnosis di dalam kasus ini, maka itu bukan Hipnoterapi melainkan Hipnosis Forensik.
Hipnosis Forensik pada umumnya digunakan untuk menggali ketergangan dari saksi-saksi atau korban dari suatu tindak kejahatan dan harus dilakukan dengan pola komunikasi dua arah. Mengapa dibutuhkan Hipnosis Forensik? Ada kalanya saksi atau korban dari suatu tindak kejahatan mengalami trauma sedemikian rupa sehingga tidak mampu mengingat kembali peristiwa yang terjadi. Di sinilah peran dari seorang Forensic Hypnotist, yaitu untuk membantu Klien dapat mengakses kembali memori akan peristiwa kejahatan tersebut.
Bagaimana bila Hipnosis digunakan untuk membuat seorang terduga pelaku kejahatan untuk mengakui perbuatannya? Hal ini mungkin saja untuk dilakukan, namun harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu. Yakni, pertanyaan yang diberikan harus bersifat terbuka (tidak boleh memberikan pertanyaan yang menjuruskan untuk mengakui sesuatu), tidak boleh mengintimidasi, serta tidak menanamkan suatu memori palsu. Dan yang tidak kalah penting adalah proses Hipnosis Forensic harus dilakukan oleh seorang Praktisi Hipnoterapi yang memiliki jam terbang tinggi serta kompetensinya diakui oleh lembaga Hipnosis-Hipnoterapi yang memiliki kredibilitas yang baik serta tidak boleh dilakukan oleh penyidik karena bisa menimbulkan bias subyektif. Selain itu, keseluruhan proses Hipnosis Forensik harus direkam dengan baik dan disaksikan oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidang terkait.
Kembali ke kasus kopi bersianida, ada beberapa keraguan yang muncul dari keterangan yang diberikan oleh terdakwa. Pertama, dapat diragukan bahwa proses penyidikan memang menggunakan metode Hipnosis Forensik. Hal ini dilandasi dari keterangan terdakwa yang merasa pusing dan kehilangan kesadaran. Selama kami memberikan pelayanan Hipnoterapi, belum pernah ada satu orang Klien pun yang langsung merasa pusing saat masuk ke ruang praktek kami dan seperti yang sudah diketahui bahwa Hipnosis adalah proses untuk memindahkan perhatian Klien dari Pikiran Sadar ke Pikiran Bawah Sadar dan bukan proses menghilangkan kesadaran. Kedua, jika memang benar dalam penyidikan menggunakan metode Hipnosis Forensik, apakah sudah memenuhi prinsip-prinsip tersebut di atas? Jika tidak, maka hasil dari penyidikan yang menggunakan metode Hipnosis Forensik tersebut sangat meragukan dan tidak bisa diterima.