Beberapa kali kita mendengar cerita di berita atau dari mulut ke mulut: "Saya tidak sadar, seperti dikendalikan, katanya kena hipnosis." Cerita ini sering muncul pada kasus pencurian, penipuan, atau pengambilan barang tanpa paksaan fisik. Pertanyaannya: apakah benar seseorang bisa dipaksa melakukan sesuatu lewat hipnosis? Atau ada penjelasan lain yang lebih masuk akal secara ilmiah?
Artikel ini akan membahasnya dengan bahasa santai, tanpa istilah rumit, supaya mudah dipahami oleh siapa pun—even kalau belum pernah belajar hipnosis sama sekali.
Apa Itu Hipnosis (yang Sering Disalahpahami)?
Hipnosis bukan ilmu gaib, bukan sihir, dan bukan alat untuk mengendalikan orang seperti di film. Secara ilmiah, hipnosis adalah kondisi fokus dan sugestibilitas yang meningkat, mirip saat kita:
-
Asyik membaca buku sampai tidak sadar dipanggil
-
Mengemudi jauh tapi lupa detail perjalanan
-
Terlalu fokus pada layar HP sampai tidak sadar waktu
Dalam kondisi ini, seseorang lebih fokus, bukan kehilangan kesadaran.
Poin penting:
Orang yang dihipnosis tetap sadar, masih bisa menolak, dan tidak akan melakukan hal yang bertentangan dengan nilai atau kepentingannya sendiri.
Mengapa Istilah "Hipnotis" Lebih Sering Muncul di Masyarakat
Dalam praktiknya, istilah yang lebih sering muncul di masyarakat bukanlah hipnosis, melainkan hipnotis. Istilah hipnotis digunakan secara luas untuk menyebut pelaku atau kejadian yang dianggap melibatkan pengaruh pikiran. Padahal, secara keilmuan, hipnosis adalah proses atau kondisi, sedangkan hipnotis merujuk pada orang yang melakukan hipnosis. Istilah ini kemudian bercampur dengan persepsi awam dan dipakai untuk menjelaskan berbagai kejadian yang terasa aneh atau sulit dipahami.
Istilah hipnotis tetap sering digunakan karena beberapa alasan. Di masyarakat, kata hipnotis sudah menjadi istilah populer untuk segala sesuatu yang terasa aneh atau di luar kendali. Media juga kerap menggunakan istilah ini karena terdengar sensasional. Bagi korban, menyebut hipnotis sering kali terasa lebih mudah diterima daripada mengakui bahwa dirinya lengah. Sementara itu, pemahaman masyarakat tentang hipnosis masih banyak dipengaruhi oleh mitos dan gambaran mistis ketimbang penjelasan. Singkatnya hipnosis dan hipnotis itu beda maknanya.
Lalu Kenapa Banyak Korban Mengaku “Seperti Dihipnosis”?
Pengakuan korban bukan berarti bohong. Mereka memang merasakan sesuatu yang nyata. Tapi sensasi itu belum tentu hipnosis. Ilmu psikologi menjelaskan bahwa ada beberapa kondisi mental yang rasanya mirip hipnosis.
Modus yang Sering Disangka Hipnosis (Padahal Bukan)
a. Shock Emosional & Cognitive Overload
Pelaku sering memulai dengan:
-
Sapaan mendadak
-
Pertanyaan cepat dan bertubi-tubi
-
Cerita mendesak atau membuat panik
Otak manusia tidak suka kebingungan. Saat kaget atau panik, otak otomatis masuk mode hemat energi dan mengikuti arahan paling sederhana.
Contoh:
“Bu, maaf, dompet ibu jatuh. Ini bukan punya ibu ya? Tolong cek tasnya, cepat!”
Korban fokus ke satu hal, bukan berpikir logis.
📌 Ini disebut cognitive overload, bukan hipnosis.
b. Social Compliance (Taat Sosial)
Sejak kecil kita diajarkan:
-
Jangan menolak orang
-
Hormati yang lebih tua
-
Jangan bikin ribut
Pelaku memanfaatkan ini dengan bersikap:
-
Rapi
-
Sopan
-
Seolah punya otoritas
Korban menuruti bukan karena dikendalikan, tapi karena tidak enak menolak.
c. Fear Response (Respons Takut)
Saat takut:
-
Logika menurun
-
Ingatan melemah
-
Tubuh fokus pada "aman dulu"
Ini sebabnya korban sering bilang:
“Setelah kejadian, saya baru sadar kok bisa begitu.”
Itu karena logika baru aktif setelah rasa aman kembali.
d. Confabulation (Otak Mengisi Kekosongan)
Setelah kejadian, korban sering:
-
Bingung
-
Malu
-
Menyalahkan diri sendiri
Otak lalu mencari penjelasan yang paling bisa diterima:
“Mungkin saya dihipnotis.”
Padahal itu cara otak melindungi diri dari rasa bersalah.
Apakah Hipnosis Bisa Dipakai untuk Kejahatan?
Jawaban rasionalnya: Kemungkinannya sangat KECIL.
Penelitian psikologi dan hipnosis menunjukkan:
-
Hipnosis tidak bisa memaksa
-
Tidak bisa menghapus kehendak bebas
-
Tidak bisa membuat orang menyerahkan harta tanpa alasan internal
Logika sederhananya kalau hipnosis benar-benar bisa mengendalikan orang sepenuhnya, maka:
-
Bank tidak butuh brankas
-
Polisi tidak butuh interogasi
-
Dunia sudah kacau sejak lama
Faktanya? Tidak demikian.
Siapa yang Rentan Kena "Hipnosis" di Jalanan?
Orang highly sugestible ini punya otak yang cepet masuk trance ringan karena faktor genetik atau kondisi saat itu: stres tinggi, kurang tidur, atau lagi banyak bengong. Pakar bilang 10% populasi super responsif terhadap sugesti, 70% medium (butuh waktu), dan 20% resisten total.
Pelaku modus pilih target kayak ibu-ibu pagi, pekerja capek, atau yang sendirian di keramaian, karena mereka lagi di "state hipnotik alami" (fokus tunggal + emosi overload).
Kenapa Nggak Semua Kena?
Orang yang kritis atau resisten biasanya punya pikiran analitis kuat (prefrontal cortex aktif), nggak gampang overload emosi, atau lagi kondisi prima: tidur cukup, fokus tinggi, dan curiga sama orang asing. Kalau pelaku kasih command tegas, otak mereka langsung bilang "Eh, ini aneh!" dan langsung blokir sugesti — mirip antivirus tolak virus.​
Intinya jangan kasih kepercayaan penuh kepada siapapun apalagi orang asing yang tiba-tiba ngajak ngobrol atau menelepon mengaku kenal dan lain-lain. JANGAN SEKALI KALI YA!!!!
Cara Sederhana Melindungi Diri (Realistis & Masuk Akal)
Beberapa tips praktis:
- Jangan langsung merespons orang asing yang mendesak
- Ambil jeda 5–10 detik sebelum bertindak
- Pegang barang berharga saat diajak bicara
- Berani bilang: “Maaf, saya tidak bisa”
- Kalau bingung, menjauh dulu
Ingat:
Orang jahat paling tidak suka orang yang tenang dan tidak terburu-buru.

