Abstrak
Pemerintah sebagai salah satu bentuk organisasi agar mampu mencapai keberhasilan sangat tergantung kepada sumber daya manusianya. Dalam hal ini “aparatur” yang mewakilinya yang tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, memerlukan persiapan jiwa, nurani, pola dalam meningkatkan kinerja dalam menghadapi persaingan global.
Government as one form of organization to be able to achieve success is highly dependent on human resources. In this case the "apparatus" that represent them can not be held by any person, require the preparation of the soul, the conscience, the pattern in improving performance in the face of global competition
Revolusi mental menjadi agenda penting pemerintahan Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla. Wujud revolusi mental yang dilaksanakan berupa reformasi yang menyentuh paradigma, mindset serta budaya dalam rangka pembangunan bangsa. Revolusi mental dalam dunia birokrasi dimaknai sebagai sebuah perubahan cara berfikir, berperilaku dan bertindak dari setiap Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya sebagai pelaku utama dalam birokrasi pemerintahan, para ASN harus bermental melayani kepada masyarakat, Revolusi mental yang digaungkan oleh pemerintah harus didukung dengan baik oleh para ASN melalui perubahan cara berpikir dan budaya kerja. Dengan demikian, revolusi mental tidak hanya dalam tataran konsep dan wacana politik belaka.
Gerakan revolusi mental ini memang tidak hanya ditumpukan pada ASN saja. Namun juga perlu partisipasi berbagai elemen, baik pemerintah, swasta serta masyarakat. Harapannya, dengan revolusi mental, kita dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Masih rendahnya kualitas kebijakan di Indonesia. Selain tidak didasarkan pada kajian kebijakan yang memadai, kebijakan yang berlaku sering kali berusia pendek dan didasarkan pada kepentingan rezim tertentu yang saat itu menjabat.
Berbagai persoalan itu muncul karena tidak adanya ASN yang memiliki keahlian khusus dalam menjalankan kebijakan pro rakyat. Seharusnya ASN memiliki harapan terhadap masyarakatnya, sehingga akan mampu memperbaiki praktek kebijakan-kebijakan yang selama ini menyimpang dan tak akan menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Istilah “pangreh praja” (birokrat yang minta dilayani) harus dirubah menjadi “pamong praja” yang selalu memberikan pelayanan umum secara optimal. ASN harus siap mempunyai semangat afirmasi postif dalam melayani masyarakat. Ini semua berawal dari hati, nurani dan jiwa ASN yang selalu berpikiran positif (atau sering disebut afirmasi) terhadap tugas dan fungsinya, sehingga pikiran, perkataan dan perbuatan menjadi satu nilai positif.
Seorang ASN yang professional harus bisa menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat sesuai dengan jabatan dan profesinya yang professional. Karena fungsi pemerintah adalah pelayan dari masyarakatnya. Merubah pola pikir seperti ini harus dimulai dari hal terkecil, sejak saat ini dan sekarang juga.
Ciptakan suasana bekerja yang menyenangkan agar kinerja dapat tercapai dan jauhi memandang suatu kegiatan / program hanya out put atau hasil akhr tapi pikirkan out come dari setiap pekerjaan dengan kata lain membiasakan berpikir proses dalam pelaksanaan kegiatan karena hasil akhir akan mengikuti.
Miliki peran penting untuk tercapainya keberhasilan kualitas pelayanan kepada masyarakat karena hakekatnya ASN yang memiliki kualitas adalah ASN yang memiliki dedikasi, sikap, perilaku yang penuh kesetiaan, pengabdian dan ketaatan, bermental/moral baik, profesional, serta bertanggung jawab, terhadap tugas dan fungsinya.
Sebagai Sumber Daya Manusia yang handal dalam melaksanakan tugas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus mampu menjalankan revolusi mental dengan mendasari tuntunan kehidupan beragama secara benar, selalu memiliki komitmen dalam melayani masyarakat sehingga tercipta good governance.
Pada PP Nomor 53 Tahun 2010 Bab II tentang Kewajiban dan Larangan yang intinya adalah mengajak ASN untuk mematuhi aturan, menghindari larangan dan mengetahui sanksi yang akan diberikan kepada ASN bilamana melanggar aturan. Bukan hanya Disiplin Kerja, seorang ASN harus memiliki Etos Kerja sehingga keteraturan dan penyelesaian tugas dapat terwujud. Intinya ini adalah dapat merubah kinerja ASN ke arah yang lebih baik.. Untuk itu masyarakat sebagai konsumen pelayanan berharap para ASN dapat memiliki kinerja dengan baik sehingga menjadi kebaikan dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat, meninggalkan nilai budaya kerja yang telah ditetapkan kepada ASN.
Sedangkan sekedar mengingatkan kembali bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang disebut dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 dalam pasal 1 sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), adalah profesi bagi pegawai negeri dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Simpulannya adalah Memiliki Mindset dengan afirmasi positif bagi ASN perlu dibenahi, merubah pola pikir ASN yang bermental pejabat mejadi mental pelayan masyarakat. Memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, disamping menjadi tugas pokok juga menjadi suatu nilai ibadah yang tak terhingga disisi Tuhan Yang Maha Esa.
Mulailah dari diri kita sendiri, menata pola kerja yang lebih baik, jadikanlah setiap lembar yang kita gores untuk instansi yang kita cintai ini dengan ikhlas, serta setiap kata yang kita ucapkan kepada masyarakat pencari pelayanan semata-mata karena mencari ridho Allah Swt, sehingga menjadikan kita termasuk orang-orang pilihan baik di instansi tempat kerja maupun disisi Sang Pencipta yang akan kita pertangung jawabkan dihadapannya dihari kemudian nanti. (AM-Red)
Refrensi :
- Buku Saku ASN, LAN RI, 2016
- Pedoman Revolusi Mental, LAN RI, 2015